Oleh:  Dr. Jonathan Kuntaraf

Pendeta adalah pemimpin. Namun bukan sembarang pemimpin. Pendeta adalah pemimpin rohani. Sebab itu, tidak bisa tidak, pemimpin rohani harus memiliki kerohanian tinggi. Tanpa memiliki kerohanian yang tinggi, dia tidak layak untuk jadi pemimpin rohani. Mengapakah kita memerlukan pemimpin rohani?

Kita hidup dalam dunia “modern” bahkan disebutkan “pasca modern,”  dimana umumnya manusia dipengaruhi oleh materialisme dan sekularistme.  Bahkan mereka yang mengaku dirinya sebagai pemimpin rohani banyak yang telah terpengaruh oleh keduniawian. Banyak orang seperti Demas, pernah ikut Paulus dalam menginjil (Kolose 4:14, Filemon 1:24) akhirnya terpengaruhi oleh keduniawian, dan meninggalkan pekerjaan penginjilan (2 Timotius 4:10). Namun, banyak yang tetap dalam pekerjaan penginjilan; walaupun pikiran, kata-kata dan tindakan  tidak menunjukan dampak positif dalam soal kerohanian. Tidak heran, tanda di akhir zaman termasuk, “Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya.” (2 Timotius 3:5). “Kekuatan” yang dimaksudkan ialah “kekuatan kerohanian.”  Akibatnya, Pendeta bukan lagi bertindak sebagai panutan.

Sebab itu kita memerlukan Pendeta yang mengutamakan kerohanian lebih daripada keduniawian. Bahkan masyarakat kita “lapar” dan “haus,” akan Pendeta yang menjadi panutan dalam kerohanian. Apakah tanda dari seorang yang mempunyai kerohanian tinggi? Apakah anggota dapat melihat apakah seorang Pendeta itu rohani atau tidak?

  1. Pendeta yang rohani dapat terlihat dari pembicaraannya. Apakah seorang Pendeta lebih banyak berbicara tentang “perkara yang diatas,” (Kolose 3:2) atau lebih banyak berbicara tentang perkara dunia? Oleh sebab apa yang dipikirkan seseorang, demikianlah dia (Amsal 23:7); betapa sering kita dapatkan Pendeta yang lebih banyak berbicara tentang diri sendiri, tentang mobil, motor, komputer, program TV, atau “kurang uang” lebih daripada soal kerohanian.
  2. Pendeta yang rohani dapat terlihat dari integritas yang dimiliki. Dia tidak membedakan sikap atau kehidupan di depan anggota, di rumah atau masyarakat. Dia tetap seorang yang jujur saat dia sendirian ataupun di depan orang lain. Tidak ada kemunafikan ataupun hanya untuk kelihatan baik.
  3. Pendeta yang rohani menghadapi dengan tenang, dan bergantung kepada Tuhan dalam menghadapi berbagai pencobaan kehidupan. Dia menyadari adanya pencobaan kesombongan, posisi, materi, moralitas, namun tetap menghadapinya dengan kuasa Tuhan. Dia dengan sepenuhnya mengutamakan pekerjaan Tuhan lebih daripada posisi ataupun materi. Dia lebih memikirkan tanggung jawab daripada keuntungan pribadi.
  4. Pendeta yang rohani selalu dicari nasihatnya; dan orang percaya kepadanya oleh sebab dia mempunyai kebijaksanaan dalam memberikan bimbingan untuk berbagai masalah kehidupan.
  5. Pendeta yang rohani senantiasa ingin untuk mengikuti kehendak Tuhan. Kata-kata, pola hidup atau apapun yang dibuat, senantiasa ingin mengikuti kehendak Tuhan. Tidak ada rationalisasi atau membenarkan diri. Ia tetap jadi panutan oleh sebab tindakan, pola hidup, ataupun kegiatan apapun yang selaras dengan kehendak Tuhan.
  6. Pendeta yang rohani senantiasa berusaha untuk menyucikan dirinya dengan kuasa Tuhan. “Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia” 2 Timotius 2:21. Pendeta yang rohani, sebagai alat Tuhan, patut mempunyai hidup yang kudus. Kehidupan yang kudus akan kelihatan nyata dalam kehidupan seorang Pendeta.
  7. Pendeta yang rohani dapat terlihat dari hasil pekerjaannya yang senantiasa berhasil (Mazmur 1). Apakah dalam penarikan jiwa, pembangunan ataupun berbagai proyek jemaat ataupun pembangunan; Pendeta yang rohani akan berbuat yang terbaik; dan akan berhasil dengan hasil yang gemilang. Ini bukanlah karena kepintarannya; namun oleh karena ketergantungannya kepada Tuhan.

Bagaimana seorang Pendeta dapat memiliki kerohanian tinggi? Pendeta yang rohani bukanlah secara kebetulan; bukan juga oleh sebab seorang dilahirkan sebagai orang rohani. Pendeta yang rohani adalah hasil pengembangan atau pertumbuhan. Beberapa gambaran perlu direnungkan bersama untuk menghasilkan Pendeta yang rohani adalah sebagai berikut:

  1. Pendeta yang rohani adalah hasil hubungan dengan Tuhan. Oleh sebab buah Roh hanya dihasilkan dengan persekutuan dengan sumber hidup (Yohanes 15:1-5), maka  diperlukan waktu bersama dengan Tuhan untuk menghasilkan seorang Pendeta yang rohani. Mengambil waktu dengan Firman Allah adalah mutlak untuk mendapatkan kuasa rohani dalam menghidupkan hidup yang rohani.
  2. Waktu dengan Tuhan tidak lepas dari kebiasaan tiap hari dalam berdoa. Tidak ada waktu yang terlalu sibuk sampai seorang tidak berdoa.  Doa yang tidak berkeputusan akan menyebabkan seorang Pendeta mempunyai kuasa dalam melaksanakan pekerjaannya.
  3. Penggunaan waktu dengan Tuhan dapat terlihat dari kebiasaan membaca; bukan hanya bacaan Alkitab, buku Roh Nubuat; tetapi buku-buku lain yang akan mengangkat kerohanian.
  4. Waktu dengan Tuhan dapat terlihat juga dari segala program TV, atau internet yang dipilih atau dicari, hanyalah yang akan meningkatkan kerohanian; bukan hanya sekedar persiapan untuk berkhotbah atau membuat pembicaraan; namun kesukaan dalam meneliti hal-hal yang meningkatkan kerohanian.
  5. Kerohanian juga terbentuk dalam bekerja bersama dengan Tuhan dalam penarikan jiwa.  Kita diingatkan bahwa, “strength to resist evil is best gained by aggressive service” (AA 105). Di samping itu, tabiat Kristus akan dibentuk bila kita bekerja bersama dengan Tuhan (DA 142).  Maka lebih banyak kita bekerja dengan Tuhan dengan tampa pamrih, maka kita akan dapat lebih membentuk tabiat Kristus, dan kita akan lebih rohani dalam kehidupan kita.

Setelah melihat tanda dari Pendeta yang rohani, dan bagaimana kita dapat lebih lebih rohani dalam kehidupan sebagai Pendeta, pertanyaan yang perlu ditanyakan ialah apa yang Paulus katakan dalam 2 Korintus 13:5, “Ujilah dirimu…” benar,  saudara-saudara Pendeta, sahabat dalam pelayanan, apakah kita Pendeta yang rohani? Kita bukan hanya bertanggung jawab kepada jemaat, kepada diri sendiri; tetapi juga kepada Tuhan. Kiranya hidup kita adalah hidup yang menguji diri, hingga dapat mengembangkan kerohanian yang bertumbuh; dan memberikan pelayanan yang  lebih berkuasa. Bukankah ini tujuan Anda? Benar! Bila Anda seorang Pendeta yang rohani!

Leave A Comment